“LAWAN
MONOPOLI DAN HENTIKAN PERAMPASAN TANAH – WUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN DENGAN LAND
REFORM SEJATI”
Kerawanan pangan
dunia telah dalam titik yang sangat menghawatirkan, tahun 2012 PBB melaporkan
sekitar lima belas persen (15%) penduduk negara-negara miskin atau sekitar 850
juta mengalami kelaparan dan 15 juta penduduk di negeri maju mengalami
kekurangan gizi atau gizi buruk di ikuti dengan data sekitar 2,5 juta
nakak-anak meninggal dalam setiap tahunnya akibat kelaparan dan gizi buruk.
Ironisnya,
Fenomena kelaparan dan kerawanan pangan justeru di lihat sebagai peluang bisnis
yang menggiurkan oleh para pembisnis yang monopoli pangan dunia untuk mengeruk
keuntungan. Dalih menjaga keamanan pangan (food scurity) mereka membangun
perkebunan pangan raksasa seperti proyek MEEFE (Merauke Entegraide Energi food
estate) di Merauke, Papua. Sejak tuhun 2008 dimana krisis pangan mulai melanda
dunia dan meningkatnya data statistik kelaparan tetapi disisi lain keuntungan
perusahaan yang memonopoli pangan mengalami peningkatan margin keuntungan yang
fantastis, tanpa malu-malu dan merasa berdosa mereka merilis peningkatan
keuntungan bersih hingga 300%.
Pesticide Action
Network (PAN), merilis saat ini ada enam perusahan pangan dunia - Monsanto,
Bayer, Syngenta, Dow, DuPont, dan BASF - memonopoli benih dunia, pestisida dan
industri bioteknologi, sehingga enam perusahan mengendalikan nasib makanan dan
pertanian dunia. Akibatnya, petani kecil kehilangan kontrol mereka atas input
pertanian, harga produk pertanian dan keuntungan dari perdagangan produk
pertanian, hinga meengalami peningkatan perampasan tanah.
Untuk terus
memastikan kontrol pangan dunia, melalui perusahaan raksasa miliknya, mereka
semakan mengintensifkan melalui kebijakan neo-liberal dan dipaksakan keseluruh
negeri, mereka memaksa negeri seperti Indonesia untuk menjalankan kebijakan
liberalisasi perdagangan, investasi dan keuangan. Melalui bank dunia, mereka
juga mempromosikan penyelsaian konflik akibat kebijakannya, dengan ilusi
win-win solution dalam penyelesaian tanah secara global, mereka juga menyiapkan
lembaga penyelesaian konflik lainnya seperti RSPO dimana lebaga ini merupakan
ilusi bagi rakyat yang dibangun oleh mereka dan hanya ditujukan pencegahan atas
semakin radikalnya perlawanan rakyat akibat kebijakan yang ditimbulkan.
Pertemuan APEC
dibulan ini dan pertemuan WTO di bulan Desember mendatang, merupakan instrumen
yang digunakan oleh kapital monopoli untuk memastikan dominasinya melalui
berbagai perjanjian yang menguntungkan pihaknya.
Harga Pangan
Melonjak, Penghidupan Rakyat Makin Merosot
Belum lama ini
harga pangan telah menembus angka yang sangat fantastis hingga mayoritas rakyat
Indonesia harus mengurangi konsumsinya bahkan pada tingkat tidak sanggup untuk
membeli beberapa jenis kebutuhan tertentu. Bagaimana tidak harga daging
mencapai Rp.100.000-120.000/Kg, bahkan di bandung harga tembus Rp. 150.000/Kg
pada tanggal 15 Juli 2013. Harga telor naik menjadi Rp. 25.000/Kg, daging ayam
Rp. 34.000/Kg, harga bawang merah Rp. 63.000/Kg, cabe rawit Rp. 80.000 bahkan
di daerah Sangat Kalimantan pernah mencapai Rp. 150.00/Kg, cabe kreting Rp.
70.000/Kg, harga beras juga mengalami kenaikan dari Rp. 9.100 menjadi Rp.
10.500/Kg kwalitas sedang atau medium10. Dan tentu harga dilapangan bisa
melebihi data yang ada terlebih di pedesaan, tetapi tingginya harga pangan
dipasaran sama sekali tidak memiliki hubungan dengan harga jual panen petani,
petani tetap tidak menikmati kenaikan harga pangan, harga cabe rawit Rp.
20.000, cabe kriting Rp. 30.000.
Pernyataan
pemerintah melalui menteri perdagangan Gita wiryawan, bahwa kenaikan harga
pangan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, dampak kenaikan harga BBM
dan naiknya biaya transportasi. Pernyataan ini bertolak belakang dengan
pernyataan Hata Rajasa ketika mengumumkan kenaikan BBM bulan mei yang lalu,
dimana pemerintah menjamin kenaikan harga BBM tidak akan mempengaruhi kenaikan
harga-harga secara signifikan, pemerintah juga menjamin pasokan pangan
mencukupi hingga akhir tahun ini.
Faktor kedua
adalah karena adanya peningkatan permintaan pangan, ketiga pasokan pangan yang
kurang, faktor lain adalah adanya espektasi/harapan pedagang yang ingin
mendapatkan keuntungan lebih, selain itu pemerintah juga menyebutkan adanya
kartel serta spekulan yang bermain di balik tingginya harga komoditas pangan.
Untuk mengatasi problem kenaikan harga pangan tersebut pemerintah menetapkan
beberapa kebijakan terutama : operasi pasar untuk menstabilkan harga, kebijakan
fiskal untuk eksport dan import pangan serta mempercepat dan menambah kuota
impor pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Melihat dari
fenomena kenaikan harga pangan, terlihat jelas bagaimana lemahnya kemampuan
pemerintah dalam menjaga kestabilan harga pangan bagi rakyat. Hal ini seperti
mengulang berbagai langkah pemerintah yang kemudian terbukti gagal, seperti
saat kenaikan dan kelangkaan daging sapi sebelum kenaikan BBM yang kemudian di
sikapi dengan cara menambah kuota dan mempercepat import daging sapi. Akan
tetapi harga daging sapi tidak pernah kembali turun ke harga normal. Bahkan saat
ini pedagang daging masih mengandalkan pasokan daging lokal di bandingkan
import. Fakta ini menunjukan bagaimana langkah pemerintah untuk mengontrol
harga pada hakikatnya tidak akan bisa menyelesaikan masalah tingginya harga
pangan.
Penyebab
tingginya harga pangan
Secara pokok
penyebab utama dari kenaikan harga komoditas pangan adalah akibat terjadinya
monopoli terhadap alat produksi pertanian, sarana produksi pertanian dan produk
pertanian, serta pasar. Monopoli alat produksi (tanah) oleh para tuan tanah,
baik secara langsung oleh imperialisme, Tuan tanah besaar komperador, maupuan
negara telah menjadikan para tuan tanah ini menjadi pemegang kontrol atas
pertanian hinga garha produk pertaniannya.
Monopoli produk
pertanian dilakukan oleh perusahaan besar milik kapital monopoli dunia seperti
mosanto, cargil, mulai dari bibit, pupuk, obat dll. Karena monopolinya misal
mosanto dalam pertengahan tahun 2013 ini mengalami peningkatan keuntungan hinga
30% dari tahun 2012. Selain melakukan monopoli sarana produksi pertanian, para
perusahaan besar dunia juga melakukan monopoli atas hasil produksi pertanian.
komoditas pangan telah begitu menggiurkan kapitalis monopoli, sehingga mereka
sangat bernapsu untuk terus mengembangkan modal dan investasinya di bidang
komoditas pangan, mulai dari pengembangan pertanian skala besar hingga produksi
bahan pangan dan pangan olahan (produk derivasi) yang mampu menghasilkan
keuntungan berlipat ganda. Akibatnya tentu bisa dibayangkan, bagaimana jika
kebutuhan sosial seperti pangan kemudian di kuasai oleh segelintir pihak, maka
tentu mereka akan memiliki kemampuan untuk mengatur dan menetapkan harga dengan
mudah sesuai dengan mekanisme yang diinginkan. Untuk terus memastikan
keuntungannya maka mereka juga membutuhkan pasar. Untuk memastikan pasar dan
untuk menguasai pasar mereka memaksa seluruh negara untuk membuka kran
sebebas-bebasnya bagi produk yang dimonopolinya.
Liberalisasi
perdagangan melalui WTO
WTO (World Trade Organization)
adalah lembaga perdagangan dunia terbesar yang ada, WTO beranggotakan 124
negara termasuk Indonesia. WTO dibentuk pada tahun 1995 yang digunakan oleh
imperialisme untuk memaksa negara-negara berkembang (jajahan-setengah jajahan)
membuka pasarnya, menyediakan tenagakerja murah serta mendapatkan sumber daya
alam untuk mengeruk keuntungan, perkembangan saat ini WTO digunakan sebagai
salah satu skema penyelamatan dampak krisis dari sistem kapital monopoli.Dengan
demikian WTO bukanlah satu-satunya alat bagi Imperialisme untuk mendominasi
masalah perdagangan dunia, skema yang sama juga dibuat oleh AS dan negeri
kapital monopoli lainnya melalui kerjasama bilateral seperti US Indo
komperhenshif, multilateral seperti APEC, ASEAN, EAS comunity, WTO, G20, dll
dan plulilateral seperti TPP (trans Pasific Partnership).
WTO akan mengelar
pertemuan untuk menyepakati agenda-agenda perdagangan dunia pada bulan Desember
mendatang di Bali. Sedangkan APEC akan digelar di bulan Oktober di tempat yang
sama.Dalam agenada pembasan WTO di Bali nanti bulan Desember menunjukan betapa
agresifnya AS dan negeri-negeri kapital monopoli/Imperialisme, setidaknya akan
ada tiga pembahasan utama atau yang terkenal dengan agena “ Bali package” yang
isinya pembahasan menganai Agricultur. Yang kedua LDC Issues (Least Developed
Countries, dan ketiga Tentang Trade Fasilitation (fasilitas perdagangan).
Agenda pertemuan
WTO di Bali memiliki kedudukan yang sangat pentng bagi Imperialisme, untuk
melegitimasi seluruh perjanjian perdagangan dan membangun rezim perdagangan
multirateral. dari tiga agenda pembahasan di Bali mendatang, yang dikenal
dengan “Bali Package” Agrikultur merupakan bahasan yang tidak terlalu di
kehendaki oleh negeri Imperialis seperti AS, proposal ini diajukan oleh negara
berkembang yang dikenal dengan G33 dan Indonesia masuk didalamnya. Selin tidak
menarik bagi AS karena tidak yang menjadi kepentingannya, dalam perjanjian WTO
yang sudah ada bahwa subsidi telah ada peraturan pembatasan tidak boleh
melebihi 10% dari seluruh biaya produksi pertanian, dan ini menghambat bagi
pasar menurut AS, tetapi liciknya hingga saat negeri Imperialis tetap
memberikan subsidi bagi pertaniannya sebesar eropa 110.3milyardolar dan di AS
48.3 milyar dolar.
Begitu juga
proposal tentang LDC, proposal ini diajukan oleh negara-negara yang kategorinya
sangat terbelakang, meraka mengajukan dihilangkanya batasan kuota dalam
perdagangan, pembebasan biaya ekspor, adanya pengurangan subsidi petani kapas
di amerika, mereka menuntut pelayanan yang lebih baik ketika melakukan ekspor.
Yang ketiga soal
Trade Fasilitation merupakan agenda yang sangat penting bagi Imperialisme,
mereka berkeinginan bahwa pasar tidak ada sama sekali hambatan dan distribusi
barang biar lebih cepat, sederhana, efektif dan terkontrol, maka negara
imperialis meminta agar seluruh negara malakukan perbaikan sistem dalam
perbatasan, seperti pelabuhan, bandara dan lain sebagainya selain itu mereka
juga menuntut adanya komputerisasi, dalam proses beacukai, hal ini ditujukan
untuk mempercepat arus barang.
Dari seluruh
agenda, yang akan dibahas bisa dipastikan agenda dari imperialisme yang akan
tetap mendominasi, sebab negara berkembang dan terbelakang dibawah tekanan jika
menolak dari kehendak impe maka, bantuan dan hutang menjadi ancaman untuk
dihentikan, ini kedudukan WTO sebagai skema yang dimiki oleh Imperilaisme.
WTO dan
kepentingan rakyat Indonesia
WTO merupakan
skema negeri imperialis untuk mendominasi pasar dunia, dalam sektor pertanian
AS berkepentingan untuk memonopoli seluruh sarana produksi pertanian, pasar dan
termasuk alat produksi (tanah). Dengan demikian, skema dalam WTO sangat
mengancam bagi kelangsungan dan masa depan kaum tani di Indonesia, skema ini
akan semakin memassifkan perampasan tanah, semakin mahalnya biaya produksi dan
semakin hancurnya harga produk pertanian di dalam negeri akibat dari
liberalisasi produk pertanian. WTO juga akan mengancam tentang kedaulatan
pangan di Indonesia. Karenanya skema imperialisme melalui WTO dan seluruh skema
lainnya haruslah dihadang dan dilawan oleh rakyat Indonesia.
Sebab
agenda Imperialisme hanya akan menguntungkan mereka dan juga menguntungkan kaki
tangannya didalam negeri (para borjuasi besar komperador, para-tuan tanah dan
juga para kapitalis birokrat), dan secara pokok agenda mereka hanya akan
merugikan rakyat, dan menghambat perjuangan land reform di Indonesia.
“Lawan
Monopoli dan Perampasan Tanah, Wujudkan Kedaulatan Pangan”
Wujudkan
Reforma Agraria Sejati dan Bangun Industri Nasional!
Lawan
Liberalisasi-Bubarkan WTO!
Jayalah
Perjuangan Rakyat Seluruh Negeri…!!!
KPOP AGRA –
SULSEL