FRONT PERJUANGAN
RAKYAT (FPR)
Stop
Privatisasi, Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan
Cabut
Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT)
Bubarkan-WTO!
“Wujudkan
Pendidikan Ilmiah, Demokratis dan Mengabdi Pada Rakyat”
Salam Demokrasi!
Espektasi akan terbangunnya bangsa yang
cerdas “seperti amanat UUD 1945 dalam pembukaannya, Alenia keempat” dengan
tatanan masyarakat yang maju secara ekonomi, politik dan kebudayaan dan
tercermin dalam penghidupan yang adil, sejahtera dan berdaulat, sampai saat ini
masih sangat jauh dari harapan. Pendidikan yang tidak terlepas dari Intervensi
kapitalisme yang sangat berkepentingan atas seluruh aspek penghidupan rakyat,
baik kepentingan secara Ekonomi, Politik, Kebudayaan.
Untuk menjamin terpenuhinya kepentingan
imperialisme tersebut, pemerintah telah membentuk berbagai produk hukum yang
menjadi legitimasi terjadinya Liberalisasi, Privatisasi dan
Komersialisasi pendidikan di Indonesia, seperti: PT BHMN Th. 1999
dengan berbagai varian peraturan sebagai manifestasi kesepakatan GATS-WTO, Th.
1995, lahirnya UU sisdiknas no. 20 tahun 2003, yang secara terbuka juga
mengatur sistem penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan yang meletakkan
dasar terjadinya liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan.
Selanjutnya, UU tentang Guru dan Dosen, tahun 2005 dan, lahirnya UU BHP Th.
2009 dan, yang terbaru yakni Undag-undang pendidikan tinggi (UU PT) no 12 tahun
2012, serta berbagai kebijakan lainnya, seperti pemberlakukan uang kuliah
tunggal (UKT) sebagai salah satu sistem pembayaran pendidikan (khusus dalam
pendidikan Tinggi), perubahan kurikulum pendidikan, 2013, RUU pendidikan
Kedokteran, dll.
Hingga 68 (enam puluh delapan) tahun
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, terdapat berbagai persoalan sebagai
kenyataan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi saat ini dibawah
kebijakan-kebijakan anti rakyat dan kesesatan orientasi penyelenggaraan pendidikan
tersebut, yakni:
1). Semakin melambungnya Biaya
Pendidikan:
Pemerintah (Kemendikbud maupun Presiden) mengklaim bahwa pendidikan dasar gratis melalui program “Wajib Belajar Sembilan Tahun”, telah tercapai sejak tahun 2009. Kenyataannya, dalam pembiayaan pendidikan dasar dan menengah, secara umum terdapat tiga komponen biaya, satu diantaranya masih dibebankan kepada peserta didik, seperti biaya seragam, buku, biaya ekstra kurikuler serta biaya bimbingan khusus lainnya. Sementara Anggaran pendidikan 20% dari APBN yang juga diklaim telah terpenuhi, kenyataannya masih memasukkan anggaran untuk gaji tenaga pendidik. Bahkan celakanya, secara nominal angka tersebut selalu tampak lebih besar, karena didalamnya juga termasuk anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pemerintah (Kemendikbud maupun Presiden) mengklaim bahwa pendidikan dasar gratis melalui program “Wajib Belajar Sembilan Tahun”, telah tercapai sejak tahun 2009. Kenyataannya, dalam pembiayaan pendidikan dasar dan menengah, secara umum terdapat tiga komponen biaya, satu diantaranya masih dibebankan kepada peserta didik, seperti biaya seragam, buku, biaya ekstra kurikuler serta biaya bimbingan khusus lainnya. Sementara Anggaran pendidikan 20% dari APBN yang juga diklaim telah terpenuhi, kenyataannya masih memasukkan anggaran untuk gaji tenaga pendidik. Bahkan celakanya, secara nominal angka tersebut selalu tampak lebih besar, karena didalamnya juga termasuk anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Selanjutnya, untuk pendidikan tinggi, persoalan mahalnya biaya telah
semakin menajam, terutama akibat pemberlakukan berbagai kebijakan yang
melegitimasi praktek liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan,
seperti UU pendidikan tinggi (UU PT). Dibawah UU tersebut, pemerintah hanya
mengalokasikan 2,5% dari anggaran fungsi pendidikan untuk dana operasional bagi
PTN dan PTS. Secara umum, biaya pendidikan tinggi diseluruh Indonesia saat ini
mulai dari Rp. 700.000 hingga Rp. 200 juta. Biaya yang relatif lebih tinggi,
terutama didasarkan pada program study atau jurusan-jurusan khusus (Ex.
Kedokteran atau jurusan kesehatan lainnya, Vocasi, dll).
2). Pendidikan hanya diorientasikan
untuk memenuhi kebutuhan pasar:
Pemerintah terus memformulasikan pendidikan agar dapat melahirkan tenaga kerja yang siap dibayar murah degan skill yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Demikian sesungguhnya hakikat diubahnya kurikulum pendidikan nasional yang di beri nama “kurikulum 2013”. Pengembangan kurikulum yang dibutuhkan oleh dunia usaha, juga dilakukan dengan memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan, (SMK, SMEA, STM). Rasio perbandingan SMA dengan SMK tahun 2012 mencapai 51:49, dan pada tahun 2015 mendatang, KEMENDIKBUD menargetkan jumlah SMK mencapai 55% dari sekolah menengah atas yang saat ini berjumlah 22.000, dan 60% SMK pada tahun 2020.
Pemerintah terus memformulasikan pendidikan agar dapat melahirkan tenaga kerja yang siap dibayar murah degan skill yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Demikian sesungguhnya hakikat diubahnya kurikulum pendidikan nasional yang di beri nama “kurikulum 2013”. Pengembangan kurikulum yang dibutuhkan oleh dunia usaha, juga dilakukan dengan memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan, (SMK, SMEA, STM). Rasio perbandingan SMA dengan SMK tahun 2012 mencapai 51:49, dan pada tahun 2015 mendatang, KEMENDIKBUD menargetkan jumlah SMK mencapai 55% dari sekolah menengah atas yang saat ini berjumlah 22.000, dan 60% SMK pada tahun 2020.
UU PT bahkan kembali menjadikan tenaga
pendidik (Dosen) dan tenaga kependidikan (Staff, karyawan) sebagai komoditas
pasar tenaga kerja. Terang bahwa dengan skema tersebut akan menempatkan dosen
dan tenaga kependidikan dalam jurang sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Skema ini adalah skema yang dilahirkan oleh IMF dan Bank Dunia tanpa jaminan
atas masa depan yang jelas, dimana kontrak kerja dapat diputus secara sepihak,
minimnya jaminan sosial dan hubungan industrial yang selalu merugikan pegawai
non PNS. Dengan demikian, nasib tenaga kependidikan akan mengikuti UU no 13
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
3). Kesenjangan dan
Diskriminasi antar Institusi pendidikan:
Karena sesatnya Orientasi pendidikan di Indonesia telah meletakkan pendidikan kian sarat dengan berbagai bentuk diskriminasi yang semakin mempertajam kesenjangan antar Sekolah maupun diperguruan tinggi. Diskriminasi dan kesenjangan pendidikan didalam pendidikan tinggi semakin tampak, yakni kesenjangan antara Pendidikan Tinggi Negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Perguruan tinggi berbadan Hukum (PT BH) serta Perguruan Tinggi Asing (PTA). Dalam UU PT, hal tersebut adalah konsekwensi lansung yang “utamanya” akan dialami oleh PTS.
Karena sesatnya Orientasi pendidikan di Indonesia telah meletakkan pendidikan kian sarat dengan berbagai bentuk diskriminasi yang semakin mempertajam kesenjangan antar Sekolah maupun diperguruan tinggi. Diskriminasi dan kesenjangan pendidikan didalam pendidikan tinggi semakin tampak, yakni kesenjangan antara Pendidikan Tinggi Negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Perguruan tinggi berbadan Hukum (PT BH) serta Perguruan Tinggi Asing (PTA). Dalam UU PT, hal tersebut adalah konsekwensi lansung yang “utamanya” akan dialami oleh PTS.
4). Semakin sempitnya akses rakyat
atas pendidikan:
Berdasarkan data BPS Maret 2011, jumlah penduduk yang masuk dalam kategori miskin per Maret 2011 mencapai 30,5 juta jiwa, dengan pendapatan perkapita sebesar Rp.233.740 perbulan. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di Indonesia, maka akibat rendahnya anggaran serta mahal dan terus meningkatnya biaya pendidikan, menyebabkan semakin sempit dan tidak terjangkaunya pendidikan bagi rakyat. Berdasarkan data yang dirilis UNESCO-PBB tahun 2011, tercatat sebesar 527.850 orang siswa SD atau samadengan 1,7% dari 31,05 juta siswa SD putus sekolah setiap tahun. Untuk pendidikan tinggi, dari total jumlah penduduk Indonesia dengan hitungan usia kuliah (18-25 Tahun) sebesar 25 juta jiwa, yang terserap dalam PT hanya mencapai 4,8 juta jiwa.
Berdasarkan data BPS Maret 2011, jumlah penduduk yang masuk dalam kategori miskin per Maret 2011 mencapai 30,5 juta jiwa, dengan pendapatan perkapita sebesar Rp.233.740 perbulan. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di Indonesia, maka akibat rendahnya anggaran serta mahal dan terus meningkatnya biaya pendidikan, menyebabkan semakin sempit dan tidak terjangkaunya pendidikan bagi rakyat. Berdasarkan data yang dirilis UNESCO-PBB tahun 2011, tercatat sebesar 527.850 orang siswa SD atau samadengan 1,7% dari 31,05 juta siswa SD putus sekolah setiap tahun. Untuk pendidikan tinggi, dari total jumlah penduduk Indonesia dengan hitungan usia kuliah (18-25 Tahun) sebesar 25 juta jiwa, yang terserap dalam PT hanya mencapai 4,8 juta jiwa.
5). Semakin hilangnya demokratisasi
dalam kehidupan kampus:
Untuk menjamin kepentingan ekonomi, politik dan kebudayaan bagi Imperialisme, tuan tanah besar dan borjuasi besar komprador di Indonesia, pemerintah terus menghambat bangkitnya kesadaran politik mahasiswa dengan berbagai cara. Perampasan hak demokratis mahasiswa maupun civitas akademik lainnya semakin nyata, dimana semakin hilangnya kebebasan berorganisasi, mengeluarkan pendapat, kebebasan akademik ataupun untuk menjalankan aktfitas politik dan kebudayaan lainnya didalam kampus. Pemerintah terus mempropagandakan “Normalisasi gerakan mahasiswa”, pemberlakuan jam malam, ancaman (Skorsing, DO, pengurangan nilai, dll) dan intimidasi bagi mahasiswa yang kritis dan melakukan aktifitas politik didalam kampus. Situasi tersebut akan semakin parah, dengan adanya ancaman pengesahan RUU Kamnas dan Ormas yang akan semakin menyulitkan ruang gerak bagi organisasi rakyat maupun organisasi mahsiswa.
Untuk menjamin kepentingan ekonomi, politik dan kebudayaan bagi Imperialisme, tuan tanah besar dan borjuasi besar komprador di Indonesia, pemerintah terus menghambat bangkitnya kesadaran politik mahasiswa dengan berbagai cara. Perampasan hak demokratis mahasiswa maupun civitas akademik lainnya semakin nyata, dimana semakin hilangnya kebebasan berorganisasi, mengeluarkan pendapat, kebebasan akademik ataupun untuk menjalankan aktfitas politik dan kebudayaan lainnya didalam kampus. Pemerintah terus mempropagandakan “Normalisasi gerakan mahasiswa”, pemberlakuan jam malam, ancaman (Skorsing, DO, pengurangan nilai, dll) dan intimidasi bagi mahasiswa yang kritis dan melakukan aktifitas politik didalam kampus. Situasi tersebut akan semakin parah, dengan adanya ancaman pengesahan RUU Kamnas dan Ormas yang akan semakin menyulitkan ruang gerak bagi organisasi rakyat maupun organisasi mahsiswa.
6). Rendahnya Kualitas Pendidikan:
Terus meningkatnya angka pengangguran dan meluasnya kemiskinan adalah potret nyata kualitas pendidikan di Indonesia. Jikapun mengikuti standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah, kualitas pendidikan Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Dikancah Internasional (Pe-Rankingan Internasional), pendidikan Indonesia hanya berada pada posisi/urutan ke 124 dari 127 Negara. Bahkan perguruan tinggi-perguruan tinggi unggulan di Indonesia, tidak satupun masuk dalam kualifikasi 200 PT Unggulan klas dunia (The Top of 200 world class University),Universitas Indonesia saja sebagai PT ternama di Indonesia hanya berada pada peringkat 201.
Terus meningkatnya angka pengangguran dan meluasnya kemiskinan adalah potret nyata kualitas pendidikan di Indonesia. Jikapun mengikuti standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah, kualitas pendidikan Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Dikancah Internasional (Pe-Rankingan Internasional), pendidikan Indonesia hanya berada pada posisi/urutan ke 124 dari 127 Negara. Bahkan perguruan tinggi-perguruan tinggi unggulan di Indonesia, tidak satupun masuk dalam kualifikasi 200 PT Unggulan klas dunia (The Top of 200 world class University),Universitas Indonesia saja sebagai PT ternama di Indonesia hanya berada pada peringkat 201.
Sedangkan index pertumbuhan manusia
(IPM) Indonesia dalam pe-ranking-an Internasional, Indonesia berada pada posisi
124 dari 187 Negara. Dari tahun 2006-2011 Indonesia hanya pernah naik peringkat
sebanyak dua kali, yakni tahun 2010-2011 dari 126 Naik ke Peringkat 125 dan,
Tahun 2011 naik ke Peringkat 124. Dengan Pertumbuhan rata-rata pertahun: Th. 1980-2011:
1.23%. Th. 1990-2011: 1.19% dan, Tahun 2000-2011: 1.17%. Sedangkan Trend Index
Pertumbuhan Manusia (IPM) Indonesia, tahun1980-2011 dengan nilai IPM rata-rata:
Th.1980: 0,423. Th. 1990: 0, 481. Th. 2000: 0,543. Th. 2005: 0, 572. 2009:
0,607. Th. 2010: 0, 613. Th. 2011: 0, 617.
Kenyataan pendidikan saat ini, dengan
berbagai kebijakan tersebut tidak terlepas dari intervensi Imperialisme melalui
berbagai skema dan instrumennya, seperti kerjasama multilateral (Global dan
regional) dan bilateral, utamanya kerjasama bilateral Indonesia-Amerika Serikat
(US-Indo Comprehensive Partnership). Kerjasama-kerjasama tersebut yang paling
universal, yakni seperti Millennium Developments Goals (MDGs) dibawah Payung
PBB yang telah menjadi blue print program seluruh Negara Anggotanya, dengan
mengatas namakan Pembagunan. Selanjutnya, organisasi perdagangan dunia (World
Trade Organization-WTO) yang menfokuskan kesepakatannya pada liberalisasi
perdagangan, termasuk perdagangan pendidikan melalui kesepakatannya tentang perdagangan
jasa, yakni General Agreement on Trade and Service (GATS).
Berdasarkan Uraian diatas, maka dalam
momentum hari pendidikan nasional (Hardiknas) 2013 ini, Front
Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan sikap: Stop Privatisasi, Liberalisasi
dan Komersialisasi Pendidikan-Cabut Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT),
Bubarkan-WTO dan Wujudkan Pendidikan Ilmiah, Demokratis dan Mengabdi
Pada Rakyat. Melalui Momentum ini pula, FPR Menuntut:
- Hentikan Liberalisasi, Privatisasi dan komersialisasi pendidikan!
- Cabut Undang-undang pendidikan tinggi (UU DIKTI) No. 12, Thn. 2012.
- Tolak pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
- Tolak Kurikulum baru Thn 2013
- Hentikan Kriminalisasi dan Tindakan anti demokrasi di lingkungan pendidikan-Wujudkan kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat dimuka umum
- Hentikan Diskriminasi dan Wujudkan kebebasan mimbar akademik dilingkungan pendidikan
- Tingkat kesejahteraan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan
- Usut korupsi di dunia pendidikan
- Tolak RUU KAMNAS dan RUU ORMAS
- Tolak kenaikan harga BBM.
- Hentikan Liberalisasi perdagangan dan Bubarkan WTO.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Jayalah Peruangan Rakyat!
Jakarta, 2 Mei 2013
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !